LPM INDEPENDENT, 4 Mei 2025 – Dalam rangka memperingati World Press Freedom Day 2025, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) DK Kota Kediri menjadi tuan rumah pembukaan KONGRESNAS XVIII PPMI dan seminar nasional. Acara yang mengusung tema “Memperkuat Perlindungan Pers Mahasiswa di Era Digital” ini menghadirkan sejumlah tokoh penting dalam dunia jurnalistik Indonesia. Bertempat di Auditorium IAIN Kediri, seminar ini dimoderatori oleh Kepala Desk Humaniora Hariam Kompas, Evy Rachmawati dan diikuti oleh puluhan peserta dari anggota pers mahasiswa dari seluruh penjuru Indonesia. Empat narasumber hadir untuk membagikan pandangan mereka mengenai kondisi kebebasan pers di Indonesia saat ini. Perwakilan dari UNESCO, Ana Lumtadze juga ikut memberi sambutan kepada hadirin yang telah hadir.

Seminar Nasional & Memperingati World Press Freedom Day 2025 Di Auditorium IAIN Kediri – (Divisi Media / Lpm Independnt)
Dimas Wahyu Gilang, Sekretaris Jenderal PPMI, menyatakan bahwa persma memiliki peran vital sebagai penjaga ruang demokrasi dalam kampus. Selain menyampaikan informasi alternatif, persma juga menjadi media kritik sosial yang merekam isu-isu yang sering luput dari perhatian, seperti isu disabilitas di lingkungan pendidikan tinggi. Ia menyebutkan bahwa PPMI mencatat 185 kasus represi terhadap pers mahasiswa sepanjang 2020 hingga 2021.
Nany Afrida, Ketua AJI Indonesia, menyebutkan bahwa ruang gerak persma saat ini semakin menyempit. Banyak kampus membatasi kerja Lembaga Pers Mahasiswa dengan dalih menjaga nama baik institusi. Ia menekankan pentingnya pengakuan negara terhadap eksistensi persma, pemisahan dari kategori pers profesional, serta perlunya peluncuran kampanye nasional untuk menentang represi terhadap pers kampus.
Dari perspektif hukum, Mustafa Layong, Direktur Eksekutif LBH Pers, mengingatkan bahwa meskipun semua orang kini bisa menyampaikan pesan di era digital, pers mahasiswa tetap penting karena membawa semangat jurnalistik dan daya kritis. Ia menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi persma, seperti keterbatasan sumber daya, minimnya pelatihan, sensor internal, serta ancaman terhadap keamanan digital.

Foto Bersama Peserta dan Pemateri Seminar Nasional – (Divisi Media / LPM Independent)
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, dalam sesi penutup menggarisbawahi bahwa memperkuat perlindungan terhadap pers mahasiswa juga berarti menjaga standar etik jurnalistik sejak dini. Ia mengajak seluruh pihak mempertanyakan perlindungan hukum bagi persma, termasuk sejauh mana Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 melindungi keberadaan mereka. Peringatan World Press Freedom Day di Kediri ini menjadi momentum penting untuk mengangkat kembali urgensi kebebasan pers di lingkungan akademik, sekaligus mendorong jaminan hukum dan ruang aman bagi jurnalis muda di Indonesia.
PENULIS : Erlis Tasia, Ardhian Darma, Wilda Fajar
EDITOR : DIVISI LAYOUT LPM INDEPENDENT